Pemilu 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama
di Indonesia setelah kemerdekaan tahun 1945. Inilah tonggak pertama masyarakat
Indonesia belajar tentang demokrasi. Indonesia baru yang sangat muda terseok-
seok dalam mempersiapkan pemilu. Situasi keamanan yang belum kondusif, kabinet
yang penuh friksi, dan gagalnya pemerintahan baru menyiapkan perangkat
Undang-Undang pemilu membuat pemungutan suara baru bisa dilaksanakan 10 tahun
setelah kemerdekaan.
Pemilu tahun 1955 diadakan dalam dua periode. Pada periode
pertama tanggal 29 September 1955 masyarakat memilih anggota DPR. Lalu, pada
periode kedua pada 15 Desember 1955 masyarakat memilih anggota Konstituante.
Tak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan
ikut serta mencalonkan diri.
Selanjutnya, kondisi politik Indonesia pasca pemilu 1955
sarat dengan berbagai konflik. Akibatnya, pemilu berikutnya yang dijadwalkan
pada tahun 1960 tidak dapat terselenggara. Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit pada 5 Juli 1959 yang membubarkan DPR dan Konstituante hasil pemilu 1955
serta menyatakan kembali ke UUD 1945. Soekarno secara sepihak membentuk
DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat
oleh presiden.
Pemilu 1971
Tiga tahun memerintah Indonesia, Soeharto akhirnya menggelar
pemilu kedua yang tertunda-tunda di negeri ini pada 5 Juli 1971. Ini adalah
pemilu pertama setelah orde lama atau pemilu pertama di zaman orde baru. Pemilu
diikuti oleh 10 partai politik dari beragam aliran politik. Hal baru yang
menarik pada pemilu tahun ini adalah ketentuan yang mengharuskan semua pejabat
negara bersikap netral. Ini berbeda dengan pemilu tahun 1955 di mana para
pejabat negara yang berasal dari partai ikut menjadi calon partai secara
formal. Namun, dalam prakteknya, para pejabat negara berpihak ke salah satu
peserta pemilu yaitu Golongan Karya. "Rekayasa politik" orde baru
yang berlangsung hingga 1998 di mulai pada tahun ini. Sejumlah kebijakan
ditelurkan demi menguntungkan Golongan Karya.
Pemilu Orde Baru (1977-1997)
Pasca pemilu 1971 ada lima pemilu yang diselenggarakan di
bawah rezim orde baru, yaitu pemilu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Lima pemilu itu berlangsung "seragam" dan diikuti oleh dua partai
yaitu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
serta satu Golongan Karya (Golkar). Pemilu selalu dimenangkan oleh Golongan
Karya dan MPR selalu menunjuk Soeharto sebagai Presiden.
Selama periode orde baru masyarakat Indonesia memilih partai dalam setiap
pemilu. Lalu partai menentukan siapa yang menjadi wakil rakyat di Dewan
Permusyarawatan Rakyat (DPR). Semua anggota DPR adalah anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Selain anggota DPR, anggota MPR berisikan utusan
golongan. MPR bermusyawarah untuk menunjuk presiden.Pemilu 1977 : 2 Mei
Pemilu 1982 : 4 Mei
Pemilu 1987 : 23 April
Pemilu 1992 : 9 Juni
Pemilu 1997 : 29 Mei
Pemilu 1999
Pemilu 1999 merupakan tonggak baru demokrasi Indonesia.
Penguasa Orde Baru Soeharto mundur dari kekuasaan pada 20 Mei 1998 karena
desakan masyarakat. BJ Habibie yang semula adalah wakil presiden naik menjadi
Presiden menggantikan Soeharto. Roh demokrasi yang semasa rezim orde baru
dipasung hidup kembali. Ratusan partai politik terbentuk dan mendaftarkan diri
sebagai peserta pemilu. Komisi Pemilihan Umum melakukan seleksi dan meloloskan
48 partai politik. Golkar yang semula bukan partai di tahun ini berubah menjadi
partai politik.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menjadi
partai pemenang, namun ketua umum partainya, Megawati Soekarnoputri, gagal
menjadi presiden. Di zaman ini presiden masih dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Musyawarah di MPR memutuskan mengangkat Abdurrahman
Wahid dari Partai Kebangkitan Bangsa sebagai presiden dengan Megawati sebagai wakil
presiden.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 menjadi catatan sangat penting dalam sejarah
pemilu di Indonesia. Pada tahun ini untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih
langsung wakilnya di parlemen dan pasangan presiden dan wakil presiden. Sebelumnya,
presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh
karena itu pelaksanaan pemilu dibagi menjadi dua yaitu pemilu legislatif dan
pemilu presiden
Karena tidak ada yang memperoleh suara 50 persen plus satu, maka
diselenggarakan putaran kedua yang diikuti oleh dua besar yaitu pasangan Susilo
Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla dan Megawati Soekarno putri - Hasyim Muzadi.
PEMILU 2009
Pemilu Legislatif 2009 digelar pada 9 April 2009 dan diikuti 38 partai politik. Ribuan calon anggota legislatif memperebutkan 560 kursi DPR, 132 kursi DPD, dan banyak kursi di DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.Untuk pertama kalinya, sistem sistem proporsional terbuka diterapkan pada Pileg 2009. Melalui sistem ini, pemilih tak lagi memilih partai politik, melainkan caleg. Penetapan calon terpilih pada suatu daerah pemilihan dilakukan berdasarkan perolehan suara terbanyak, bukan nomor urut.
No comments:
Post a Comment