1. Bentuk Stakehoulder
Pengertian Stakehoulder merupakan individu, sekelompok
manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara
parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan.
Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat
dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki karakteristik seperti yang
diungkapkan oleh Budimanta dkk, 2008 yaitu mempunyai:
kekuasaan,
legitimasi,
— kepentingan terhadap perusahaan.
Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan
kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka
harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Stakeholder Pendukung (Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang
tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan,
program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan
sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan
keputusan legal pemerintah
Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki
kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang
dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi.
Stakeholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah
kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
1. Pemerintah Kabupaten
2. DPR Kabupaten
3. Dinas yang membawahi
langsung proyek yang bersangkutan.
Bentuk dari stakeholder bisa kita padukan dengan Bentuk
kemitraan dengan komite sekolah, dunia usaha, dan dunia industri (DUPI) dan
Industri Lainnya Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan oleh tenaga kependidikan
dengan stakeholder antara lain berupa :
1. Kerjasama dalam
penggalangan dana pendidikan baik untuk kepentingan proses pembelajaran,
pengadaan bahan bacaan (buku), perbaikan mebeuler sekolah, alat administrasi
sekolah, rehabilitasi bengunan sekolah maupun peningkatan kualitas guru itu
sendiri.
2. Kerjasama penyelenggaraan
kegiatan pada momen hari – hari besar nasional dan keagamaan.
3. Kerjasama dengan
sponsor perusahaan dalam rangka meningkatkan kualitas gizi anak sekolah,
seperti dengan perusahaan susu atau makanan sehat bagi anak – anak sekolah, dan
bentuk kemitraan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
2. Stereotype, Prejudice,
Stigma Sosial
Stereotype adalah sebuah pandangan atau cara pandang
terhadap suatu kelompok sosial, dimana cara pandang tersebut lalu digunakan
pada setiap anggota kelompok tersebut. Kita memperoleh informasi biasanya dari
pihak kedua atau media, sehingga kita cenderung untuk menyesuaikan informasi
tersebut agar sesuai dengan pemikiran kita tanpa melakukan observasi yang lebih
mendalam. Oleh karena kurang melakukan observasi, maka cara pandang mereka
cenderung sangat sempit. Ini sudah merupakan pembentukan stereotype. Stereotype
bisa dalam hal buruk, bisa juga dalam hal baik.
Contoh : Contoh dari Stereotype , ketika kita sudah beranggapan
begitu pada suatu suku , maka kita tidak akan menempatkan dia pada suatu posisi
yang kita rasa gak cocok.
Prejudice adalah Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang
yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip.
Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok.
Contoh: misalnya kita menganggap setiap orang pada suku
tertentu itu malas, pelit , dan lain nya .
Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena
kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering
menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok.
3. Mengapa Perusahaan Harus
Bertanggung Jawab
Agar perusahaan mendapat citra positif di mata
masyarakat dan pemerintah . Kegiatan perusahaan dalam jangka panjang akan
dianggap sebagai kontribusi positif di masyarakat. Selain membantu perekonomian
masyarakat, perusahaan juga akan dianggap bersama masyarakat membantu dalam
mewujudkan keadaan lebih baik di masa yang akan datang.
Lalu terdapat kerjasama yang salingmenguntungkan ke
dua pihak.. Hubungan bisnis tidak lagi dipahami sebagai hubungan antara pihak
yang mengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi, tetapi hubungan kemitraan
dalam membangun masyarakat lingkungan kebih baik. Tidak hanya di sector
perekonomian, tetapi juga dalam sektor sosial, pembangunan dan lain-lain. Serta
Memiliki partner dalam menjalankan misi sosial dari pemerintah dalam hal
tanggung jawab sosial. Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai
wasit yang menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia
bisnis, dan memberikan sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Pemerintah sebagai
pihak yang mendapat legtimasi untuk mengubah tatanan masyarakat agar ke arah
yang lebih baikakan mendapatkan partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat
tersebut. Sebagian tugas pemerintah dapat dilaksanakan oleh anggota masyarakat,
dalam hal ini perusahaan atau organisasi bisnis.
4. Komunitas Indonesia dan
Etika Bisnis
Ø Apakah terdapat perpaduan harmonis antara penetapan
visi, misi, dan tujuan organisasi dengan keberpihakan manajer puncak terhadap
nilai-nilai etikal yang berlaku.
Ø Hadirnya profil ketangguhan karakter dan moralitas
pribadi sang manajer berikut para pekerjanya.
Ø Kegigihan mengkristalisasikan nilai-nilai aktual
seputar kehidupan keseharian yang berkenaan dengan aturan-aturan tradisi,
persepsi kolektif masyarakat, dan kebiasaan-kebiasaan rutin praktik bisnis yang
lazim berlaku, untuk ‘dibenturkan’ dengan kecenderungan iklim etika saat itu,
lalu kemudian diadopsikan secara sistemik ke dalam perwujudan konsep-konsep
stratejikal dan taktikal demi capaian membentuk budaya organisasi yang unggul.
Dalam kehidupan komunitas atau komunitas secara umum,
mekanisme pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas biasanya
berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam
aturan adat. Sehingga tampak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi
berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas. Tindakan karyawan berkenaan
dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menentukan
keberlangsungan aktivitas.
5. Dampak Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan
dengan benar, akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, lingkungan,
termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan
dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja,
mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya beli masyarakat, yang secara
langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.
Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan
yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan
dengan sumber daya alam, pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal
perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain.
Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan
dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai
negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang
bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau
seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari
kegiatan perusahaan.
6. Mekanisme Pengawasan
Tingkah Laku
Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota
komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau
tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman
korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit
sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan
sebelumnya. Monitoring dan evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu
perusahaan atau organisasi pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang
bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya
berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan
berkaitan dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal
dari evaluas tersebut menjadi audit sosial. Pengawasan terhadap tingkah laku
dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri
yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya perusahaan.
Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran
yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya
perusahaan yang bersangkutan.
Sumber:
1.
http://www.google.co.id/url?q=http://anahuraki.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/3.-TEORI-STAKEHOLDER.pptx&sa=U&ved=0ahUKEwju74rgxaLKAhVIj44KHS6zCmEQFggUMAA&usg=AFQjCNH4B5g30i-c__NLILUsLFKBCfKnUQ
2.
http://ikamayangsari.blogspot.co.id/2015/11/hubungan-perusahaan-dengan-stakeholder.html
3.
http://www.gurupantura.com/2012/01/hati-hati-stereotype.html
4.
http://diyolineri.blogspot.co.id/2013/04/stereotypesprejudicedescrimination.html
5.
http://lilawatyy95.blogspot.co.id/2015_11_01_archive.html
http://danisapujiati94.blogspot.co.id/2015/12/hubungan-perusahaan-dengan-stakehoulder.html
No comments:
Post a Comment